Kamis, 23 September 2010

Tesis Psikologi Pendidikan Islam


BAB I
PENDAHULUAN


A. Latar Belakang Masalah
       Kehidupan sosial budaya suatu masyarakat merupakan sistem terbuka yang di dalamnya selalu terjadi interaksi dengan sistem – sistem yang lainnya. Kondisi seperti ini mendorong terjadinya pertumbuhan, pergeseran, dan perubahan nilai dalam masyarakat yang kemudian akan turut mewarnai pola pikir dan perilaku setiap individu.
Berdasarkan hal tersebut, dapat dikatakan bahwa karakter suatu masyarakat merupakan cerminan dari masing-masing individunya, termasuk didalamnya adalah para remaja, sebagai generasi penerus. Jika karakter yang diwarisinya positif, tentu tidak akan menjadi suatu masalah, namun jika yang terjadi itu sebaliknya, bahwa suatu masyarakat mewarisi karakter negatif kepada generasi selanjutnya, maka hal tersebut akan menjadi masalah yang serius karena hal tersebut turut mempengaruhi maju mundurnya suatu masyarakat, yang merupakan bagian dari bangsa secara luas.
Hal tersebut terjadi pada sebagian masyarakat di kecamatan Palasah, Kabupaten Majalengka. Masih terdapat komunitas masyarakat yang kurang memiliki kesadaran akan pentingnya pendidikan dan kegiatan menuntut ilmu sebagai salah satu bentuk ibadah, bahkan mayoritas intelektual muslim meyakini bahwa kegiatan belajar dan menuntut ilmu merupakan integritas ibadah yang turut mempengaruhi dan menentukan kemajuan suatu bangsa. Namun tampaknya tidak semua masyarakat Indonesia sependapat dengan hal itu.
Pemikiran atau prinsip – prinsip yang keliru tersebut tentunya merupakan warisan dari para pendahulunya, kemudian mereka mewariskan kembali kepada generasi selanjutnya. Dalam hal ini, siswa MTsN Palasah termasuk di dalamnya. Karakter mereka terbentuk dari suatu masyarakat yang kurang berpendidikan, terutama pendidikan agamanya.
Seringnya siswa membolos, tidak disiplin dalam pelaksanaan tugas yang diberikan oleh guru, rendahnya konsentrasi siswa dalam menyimak pelajaran, tidak sedikit siswa yang melakukan pelanggaran, begitupula yang berhenti sekolah di tengah jalan, serta minimnya jumlah siswa yang melanjutkan sekolah setiap tahunnya, merupakan cerminan dari mental masyarakat yang kurang berpendidikan. Hal tersebut mengindikasikan rendahnya kecerdasan emosi dan spiritual (ESQ) siswa MTsN Palasah, Kabupaten Majalengka. Padahal, kecerdasan emosi dan spiritual (ESQ) menentukan keberhasilan siswa dalam proses pendidikan untuk jangka panjang.
Sebagai guru, tentunya peneliti beserta rekan-rekan lainnya senantiasa meningkatkan kualitas diri, dan berupaya untuk memperbaiki kualitas pembelajaran melalui strategi, metode, maupun media pembelajaran yang lebih menarik. Berdasarkan hal tersebut, peneliti teringat pada salah satu metode yang digunakan pada Training ESQ way 165 di bawah naungan Ary Ginanjar Agustian yang pernah peneliti alami sebelumnya, yaitu berupa renungan tentang kisah teladan atau pengupasan makna kehidupan dengan tujuan untuk menumbuhkan dan mengembangkan daya spiritualitas yang tercermin dalam pembentukan sebuah karakter, dengan suasana yang dikondisikan sedemikian rupa, sehingga mendukung jalannya kegiatan tersebut.
Selama ini memang terdapat beberapa kritikan dari sebagian masyarakat yang mengatakan bahwa Training ESQ way 165 tidak memiliki pengaruh yang signifikan dalam pembentukan karakter seseorang sehingga menurut mereka tidak ada perbedaan yang signifikan pula antara individu yang telah mengikuti Training ESQ Way 165 dengan individu yang belum pernah mengikuti Training ESQ Way 165.
Argumen-argumen seperti itu tidak sepenuhnya salah, namun tentunya masih perlu diuji, dikaji, dan dibuktikan kebenarannya. Menurut peneliti, tidak ada salahnya jika renungan tersebut diterapkan dalam proses pendidikan, karena bagaimanapun, sudah saatnya para guru merubah pola pikir siswa, membetuk mental dan karakter siswa yang memiliki kesadaran akan pentingnya pendidikan, sehingga termotivasi menjadi lebih semangat dalam proses pembelajaran.
Sejauh ini peneliti telah mulai menerapkan kegiatan renungan pada akhir proses pembelajaran beberapa kali, namun hal tersebut belum diteliti secara focus, sehingga belum diketahui secara pasti akan dampak yang ditimbulkan. Oleh karena itu, peneliti akan mengkaji penerapan renungan dalan proses pembelajaran di MTsN Palasan. Peneliti berkeyakinan bahwa kegiatan renungan merupakan salah satu alternatif untuk menumbuhkan dan mengembangkan kecerdasan emosi dan spiritual (ESQ) siswa.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, dapat dikemukakan beberapa pertanyaan sebagai rumusan masalah yang perlu untuk diketahui jawabannya, yaitu :
1. Bagaimana penerapan renungan dalam proses pembelajaran?
2. Bagaimana respon siswa terhadap pelaksanaan renungan dalam proses pembelajaran?
3. Adakah perubahan yang dialami siswa dari segi emosional, yang dalam hal ini tercermin melalui sudut pandang dan perilaku sosialnya dan perubahan dari segi spiritual, yang dalam hal ini tercermin malalui perilaku keagamaannya?

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Peneliti mengangkat masalah ini bertujuan untuk :
a. Mengkaji pelaksanaan renungan dalam proses pembelajaran.
b. Mengkaji respon siswa terhadap pelaksanaan renungan dalam proses pembelajaran.
c. Mengkaji perubahan yang dialami siswa dari segi emosional, yang dalam hal ini tercermin melalui sudut pandang dan perilaku sosialnya, serta perubahan dari segi spiritual, yang dalam hal ini tercermin melalui perilaku keagamaannya.

2. Kegiatan Penelitian
Hasil penelitian diharapkan dapat berguna bagi peningkatan efektifitas pembelajaran di MTsN Palasah. Secara teoritik dan praktis, penelitian ini dapat bermanfaat antara lain :
a. Manfaat secara teoritik
Secara teoritik penelitian ini dapat dijadikan sarana pembelajaran untuk memahami ilmu psikologi pendidikan, khususnya dalam penerapan metode pembelajaran.
b. Manfaat secara praktis
Secara praktis penelitian ini diharapkan dapat berguna untuk meningkatkan kualitas pembelajaran yang efektif di Madrasah Tsanawiyah, sehingga dapat pula meningkatkan kualitas pendidikan bagi masyarakat.
D. Kerangka Penelitian
Penerapan renungan dalam proses pembelajaran
dan dampak yang ditimbulkannya

Berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) sekarang dan di masa yang akan datang, menuntut kita untuk mampu menerapkan model pembelajaran yang berbasis kecerdasan intelektual, kecerdasan emosi, dan kecerdasan spiritual (ESQ). Suatu kecerdasan yang memiliki kebenaran dalam setiap situasi, yaitu memiliki kecerdasan intelektual (IQ) yang tinggi, kecerdasan emosi (EQ) yang matang dan dewasa dan kecerdasan spiritual (SQ) yang mantap demi pencapaian yang cerdas.1
Ketiga kemampuan tersebut membantu seseorang dalam meningkatkan kualitas diri. Mengabaikan salah satu kemampuan tersebut menyebabkan individu yang bermasalah, baik secara pribadi maupun sosial. Sedangkan selama ini sistem pendidikan kita khususnya, terlalu menekankan pentingnya nilai akademik saja. Mulai dari tingkat Sekolah Dasar (SD) hingga Perguruan Tinggi (PT), jarang dijumpai pendidikan tentang kecerdasan emosi (EQ) yang mengajarkan dan menanamkan nilai-nilai integritas, komitmen, ketahanan mental, kebijaksanaan, pengendalian diri, dan lain-lain. Kalaupun ada, masih dalam taraf pengetahuan saja.
Kini dengan munculnya teori kecerdasan emosi (EQ) dan kecerdasan spiritual (SQ), peneliti berpendapat bahwa sudah seharusnya teori SQ dan EQ dapat diaplikasikan sebagai pendekatan pembelajaran. Terlebih lagi, kini duni pendidikan kita tengah menggalakan peningkatan profesionalisme guru untuk meningkatkan kualitas hasil pendidikan. Diharapkan dengan intelijensi, emosi, dan spiritual yang tinggi dan stabil pada diri guru, akan lebih sukses dalam mengelola kegiatan pembelajaran.2
Kegiatan pembelajaran merupakan kegiatan utama dalam proses pendidikan secara keseluruhan. Oleh karena itu inovasi – inovasi pembelajaran memiliki peran penting dalam menentukan kualitas pembelajaran.
Suksesnya pembelajaran ditentukan oleh beberapa faktor yang diantaranya adalah faktor strategi dan metode pembelajaran yang digunakan, kualitas penyampaian materi subjek, dan kondisi psikologis peserta didik, yang dalam hal ini guru dan siswa.
Oleh karena begitu pentingnya ketiga faktor di atas dalam hal menentukan kualitas pembelajaran, tentunya seorang guru harus memperhatikan dan mempelajari hal tersebut, sehingga dapat menciptakan proses pembelajaran yang menarik. Namun demikian, pembelajaran yang berkualitas belum dapat dikatakan sebagai kegiatan pembelajaran yang berkualitas jika tidak ada proses pemaknaan tentang suatu materi yang disajikan.
Sebagai pendidik, dalam mewujudkan diri sebagai pendidik professional dan bermakna, tugas kemanusiaan kita adalah berusaha membelajarkan siswa untuk dapat mengembangkan segenap potensi (fitrah) yang dimilikinya, melalui pendekatan dan proses pembelajaran yang bermakna (meaningful learning) (SQ), menyenangkan (Joyful Learning) (EQ), dan menantang atau problematic (problematical learning) (IQ), sehingga pada gilirannya, dapat dihasilkan kualitas sumber daya manusia Indonesia yang kaffah.3
Salah satu cara untuk mewujudkan suatu pembelajaran yang berkualitas adalah pengkolaborasian dengan salah satu metode yang menurut peneliti cukup mampu mengangkat kesadaran seseorang dalam memaknai sesuatu, yaitu penerapan renungan. Kegiatan tersebut kiranya dapat meningkatkan kualitas pembelajaran, serta mengembangkan kecerdasan emosi dan spiritual siswa. Jika hal tersebut telah tercapai, bukan hanya dapat mensukseskan tujuan pendidikan, yaitu membentuk bangsa yang berilmu pengetahuan tinggi (IPTEK) dan memiliki kualitas iman dan takwa (IMTAK).

E. Metodologi Penelitian
1. Pendekatan Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif, dimana peneliti terjun langsung sebagai instrument utama di lapangan (Field Research)
2. Metode Penelitian
Penelitian ini bersifat deskriptif untuk menggambarkan, menjelaskan, atau menegaskan hasil penelitian yang diharapkan, yang sesuai dengan tujuan penelitian.
3. Teknik Penelitian
Untuk mendapatkan data yang tepat dan sesuai dengan permasalahan penelitian, perlu ditentukan instrument sebagai alat atau cara dalam pengumpulan data. Dengan teknik pengumpulan data melalui prosedur yang sesuai dengan ketentuan, maka akan diperoleh data yang benar.
Dalam penelitian ini, selain peneliti sendiri yang berfungsi sebagai instrument penelitian, juga dilakukan teknik observasi, wawancara, dan dokumentasi. Metode pengumpulan data tersebut di atas dipilih karena merupakan metode yang tepat.
4. Prosedur Penelitian
Penelitian dilaksanakan dengan menggunakan metode penelitian tindakan kelas. Penelitian ini terdiri dari tiga siklus dengan empat langkah di setiap siklusnya.
Sedangkan tahapan – tahapan yang akan dilalui di dalam penelitian ini adalah kegiatan – kegiatan yang berbentuk siklus yang mengacu kepada model seperti yang dikemukakan oleh Arikunto4, yang meliputi 1) perencanaan, 2) pelaksanaan, 3) pengamatan, 4) refleksi.
Secara garis besar, skema penelitian dapat peneliti kemukakan sebaia berikut :
Skema Penelitian
Berdasarkan skema proses penelitian di atas, dapat dijelaskan bahwa :
Pada tahap perencanaan, peneliti melakukan hal – hal berikut :
1) Mengurus izin penelitian, mengadakan pertemuan awal dengan rekan guru yang turut membantu pelaksanaan penelitian ini, 2) menentukan focus observasi, pedoman dan pelaksanaan observasi, menentukan cara pelaksanaan dan pelaku refleksi, 3) menyusun dan menghimpun instrument penelitian.
Pada tahap pelaksanaan dan pengamatan, kegiatan yang dilakukan peneliti adalah : 1) Peneliti melibatkan seorang observer, yaitu guru mata pelajaran Biologi lain. Tugas observer adalah mencatat segala yang diamati dan dilihatnya selama proses pembelajaran berlangsung, seperti suasana dan situasi kelas pada waktu itu.
Kegiatan refleksi atau diskusi balikan dilakukan bersama-sama antara guru dan observer setelah pelaksanaan pembelajaran usai dan setelah pengolahan data selesai dilakukan dengan mendiskusikan hasil pengamatan dan pengolahan data tersebut. Hasil yang diperoleh dari diskusi tersebut adalah berupa temuan tingkat efektifitas scenario yang telah disusun, serta aspek-aspek permasalahan yang muncul saat dilaksanakan di lapangan, yang selanjutnya dijadikan dasar bagi perencanaan pada siklus yang kedua, dan selanjutnya.
Tahapan pada siklus kedua disusun berdasarkna temuan pada siklus pertama, yang dalam pelaksanaannya telah mengalami perbaikan-perbaikan. Demikian pula langkah-langkah yang digunakan pada siklus ketiga hingga kondisi akhir.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar